Munculnya kitab kuno di Turki pada Februari 2012, yang diyakini sebagai Injil Barnabas, membuat perdebatan di dunia internasional makin panas. Namun, perdebatan masih berkutat soal klaim benar tidaknya kitab itu sebagai Injil Barnabas. Adu pendapat belum masuk ke ranah isi kitab yang memang belum diterjemahkan oleh pemerintah Turki. Pondok Pesantren Maulana Rumi Alamat:Sewon RT.7/RW, Degan, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nikmat disebabkan, oleh karena melihat dan dekatnya kepada Allah. Demikian pula siksa itu walau bagaimanapun aneka ragamnya, hanya karena terhijab, dan sempurna nikmat itu, karena melihat kepada zat Tuhan yang maha mulia. Maha suci Allah yang sengaja tidak memberi tanda kepada walinya kecuali sekedar untuk mengenal kepadanya. Sebagaimana tidak menyampaikan dengan mereka, kecuali kepada orang yang hendak disampaikannya untuk mengenal Allah; itulah hikmah yang maha tinggi. Dan siapa benar-benar sudah mengenal kepada Allah, maka pastilah dapat melihat dalam tiap-tiap sesuatu.
Kehendak Allah tidak ada yang tertegah, semua berjalan dengan hikmahnya. Jadi kesimpulannya: kehendak makhluk adalah terbatas, sedang kehendak Allah tidak ada batasnya. Maka daripada itu orang yang paham ialah; orang yang bergembira dalam hidupnya, bergembira dengan Allah dalam setiap nafasnya keluar masuk. Orang yang sudah paham ialah tidak menanyakan lagi apakah boleh berubah atau tidak; dia telah sunyi dengan Allah. Maksudnya ialah: sudah satu iradat dengan Tuhannya.
Tidak ada lagi duanya. Apabila sudah manunggal dengannya, maka nyatalah Allah yang berlaku dalam segala hal. Karena lapang dan sempit ada pada Allah saja.
Terdorong atas dasar: ingin untuk membantu umat islam yang ingin belajar dan menyempurnakan ibadahnya dengan mudah, serta untuk memberikan cara ataupun solusi bagi para sufi dalam menjalani kehidupannya (sufisme) dan juga bagi orang-orang yang mempelajari tasawuf, khususnya keinginan untuk memahami kitab Ihya’ Ulumuddin dengan mudah. Maka, Abu Fajar Al-Qalami berusaha mengalih bahasakan kitab Ihya’ Ulumuddin tersebut kedalam Bahasa Indonesia serta meringkasnya. Tentu saja dengan kalimat, pembahasan, penjelasan dan uraian yang mudah dipahami oleh para pembaca. Dan karena factor kitab tersebut (Ihya’ ulumudddin) terdiri dari ribuan halaman dan beberapa jilid, maka Abu Fajar Al-Qalami mencoba dan berusaha menyederhanakannya dalam bentuk ikhtisar (ringkasan).
Hingga akhirnya ia ( Abu Fajar Al-Qalami) memberikan judul bukunya dengan sebutan “Ringkasan Ihya’ Ulumuddin”. Penggunaan istilah kitab kuno atau istilah-istilah yang sulit dipahami tersebut, seharusnya harus diganti dengan istilah-istilah yang lebih mudah dicerna atau diganti dengan istilah-istilah ‘ashriy.
Sehingga mereka ataupun kita semua lebih cepat dalam memahami kitab ini. Dan bila istilah-istilah sulit tersebut tidak diganti. Maka, seharusnya Abu Fajar Al-Qalami mencantumkan arti atau pengertian itilah tersebut di belakang halaman sebagai kolom lembar perbendaharaan kata.
Sehingga kita semua dapat lebih cepat memahaminya tanpa membuka kamus lagi.